Instruksi
Presiden No. 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran memang menjadi topik yang
sangat hangat diperbincangkan, terutama di kalangan kaum muda yang mengkhawatirkan
dampaknya terhadap sektor pendidikan dan kesehatan. Tentu saja, kekhawatiran
ini memiliki dasar yang sah, mengingat kedua sektor tersebut sangat vital bagi
masa depan bangsa dan kesejahteraan masyarakat secara umum. Namun, perlu
diingat bahwa tujuan dari instruksi tersebut adalah untuk mengoptimalkan
penggunaan anggaran negara agar lebih efisien, terutama pada pos-pos anggaran
yang selama ini dianggap masih bisa dipangkas tanpa mengorbankan pelayanan
publik. Efisiensi adalah upaya untuk menghasilkan hasil maksimal dari sebuah
pekerjaan dengan memanfaatkan sumber daya seperti dana, tenaga, atau waktu
secara minimal. Selain itu, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan
Teknologi mengatakan jika program ini merupakan program yang berpihak ke
rakyat, ucapnya saat di wawancarai di acara Sapa Indonesia Malam dua hari yang
lalu.
Memang,
salah satu fokus dari Instruksi Presiden ini adalah pengurangan anggaran yang
tidak produktif seperti perjalanan dinas, studi banding, serta biaya pencetakan
dan honorarium yang berlebihan. Digitalisasi dan pemanfaatan teknologi untuk
menggantikan cara-cara konvensional seperti perjalanan dinas fisik dan
pencetakan dokumen adalah langkah yang sangat relevan dengan era saat ini. Hal
ini tidak hanya akan mengurangi biaya, tetapi juga mendukung keberlanjutan
lingkungan dengan mengurangi penggunaan kertas dan transportasi.
Namun,
di sisi lain, tantangan besar yang dihadapi adalah bagaimana memastikan bahwa
daerah-daerah terpencil atau yang masih kekurangan infrastruktur seperti
listrik dan internet dapat mengakses manfaat dari digitalisasi ini. Pada saat
yang sama, kita juga tidak bisa mengabaikan ketimpangan pendidikan dan akses
terhadap teknologi yang masih terjadi antara kota dan desa, sebagaimana data
dari Badan Pusat Statistik yang menunjukkan perbedaan signifikan antara tingkat
pendidikan di kota dan desa. Badan Pusat Statistik pada Maret 2023, menunjukkan
jika terdapat ketimpangan penduduk yang memiliki ijazah, di kota penduduk yang
memenuhi wajib belajar 12 tahun mencapai 49,16% dari total penduduk, kontras
dengan pedesaan yang hanya mencapai 27,98% dari total penduduknya
Pemerataan
infrastruktur memang menjadi pekerjaan rumah yang sangat penting, apalagi jika
kita berbicara mengenai daerah 3T (Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal).
Meskipun instruksi ini sudah mengatur agar anggaran untuk pelayanan publik dan
pembangunan infrastruktur tetap menjadi prioritas, kita masih sering mendengar
tentang lambannya peningkatan infrastruktur di daerah-daerah ini. Oleh karena
itu, perlu ada langkah-langkah konkret yang lebih nyata dalam memastikan bahwa
pemerataan infrastruktur bukan hanya menjadi janji, tetapi benar-benar terwujud
di lapangan.
Secara
keseluruhan, instruksi ini memiliki niat yang baik, namun perlu diikuti dengan
kebijakan dan tindakan yang dapat memastikan bahwa daerah-daerah yang kurang
berkembang tidak tertinggal dalam kemajuan digital dan akses terhadap layanan
dasar seperti pendidikan dan kesehatan. Apa pendapatmu tentang keseimbangan
antara efisiensi anggaran dan pemerataan infrastruktur ini?
[FULL]
Penjelasan Wamen Diktisaintek Soal Efisiensi Anggaran Pendidikan, Pastikan Hal
ini. https://www.youtube.com/watch?v=41RGl7dq8YQ
Instruksi
Presiden Nomor 1 Tahun 2025 Tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan Daerah Tahun
Anggaran 2025.
Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.02/2011 Tahun 2011 tentang Klasifikasi Anggaran.
Raka
B. Lubis. (2023). Angka Melek Huruf di Indonesia 96%, Ketimpangan Pendidikan di
Kota dan Desa Masih Terjadi. https://goodstats.id/article/angka-melek-huruf-di-indonesia-96-ketimpangan-pendidikan-di-kota-dan-desa-masih-terjadi-ZYhF7
0 Komentar