Sidebar Ads

header ads

Pemangkasan Anggaran Pendidikan: Ancaman bagi Masa Depan Bangsa

Pendidikan merupakan fondasi utama bagi kemajuan suatu bangsa. Namun, kebijakan pemangkasan anggaran pendidikan oleh pemerintah Indonesia baru-baru ini menimbulkan kekhawatiran serius terhadap masa depan sektor ini. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja mengharuskan penghematan APBN sebesar Rp306,7 triliun, dengan Kementerian Pendidikan Tinggi dan Sains dan Teknologi (Kemendikti Saintek) mengalami pemotongan anggaran sebesar Rp22,54 triliun, menjadikannya kementerian dengan pemangkasan terbesar kedua setelah Kementerian PUPR .

Pemangkasan anggaran ini berdampak langsung pada berbagai aspek pendidikan. Salah satunya adalah ancaman putus kuliah bagi ratusan ribu mahasiswa penerima Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIPK). Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, mengungkapkan bahwa pemotongan anggaran ini dapat menyebabkan 600 ribu mahasiswa kehilangan beasiswa mereka, mengakibatkan mereka terpaksa menghentikan studi . Situasi ini tidak hanya merugikan individu mahasiswa, tetapi juga mengancam kualitas sumber daya manusia Indonesia di masa depan.

Selain itu, pemangkasan anggaran juga berdampak pada kesejahteraan tenaga pendidik. Gaji guru honorer dan dosen terancam tidak dibayarkan tepat waktu atau bahkan dihentikan. Achmad Zuhri, Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PP Pergunu), menyatakan bahwa kebijakan ini dapat mengakibatkan pemecatan massal guru honorer, seperti yang pernah terjadi pada tahun 2024 . Kondisi ini tentu akan menurunkan kualitas pendidikan, mengingat peran vital guru dalam proses belajar-mengajar.

Lebih lanjut, pemotongan anggaran ini juga mengancam keberlanjutan berbagai program beasiswa dan bantuan pendidikan lainnya. Dengan anggaran yang terbatas, pemerintah mungkin akan mengurangi atau bahkan menghentikan program-program tersebut, mengakibatkan banyak siswa dari keluarga kurang mampu kehilangan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Hal ini berpotensi meningkatkan angka putus sekolah dan memperlebar kesenjangan sosial di masyarakat.

Kebijakan pemangkasan anggaran pendidikan ini juga menuai kritik karena dianggap melanggar konstitusi. Pasal 31 UUD 1945 mengamanatkan bahwa pemerintah harus mengalokasikan anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN. Dengan pemotongan ini, alokasi anggaran pendidikan dikhawatirkan akan berada di bawah batas minimal tersebut, yang berarti pemerintah tidak memenuhi kewajibannya dalam menyediakan pendidikan yang layak bagi seluruh rakyat Indonesia .

Di sisi lain, pemerintah beralasan bahwa efisiensi anggaran ini diperlukan untuk mendanai program prioritas lainnya, seperti program makan gratis bagi lebih dari 82 juta anak dan ibu hamil, yang membutuhkan dana sebesar Rp28 triliun per tahun . Meskipun tujuan program tersebut mulia, namun pengalihan anggaran dari sektor pendidikan bukanlah solusi yang bijak. Investasi di bidang pendidikan seharusnya menjadi prioritas utama, karena pendidikan yang berkualitas merupakan kunci untuk memutus rantai kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang.

Oleh karena itu, pemerintah perlu mempertimbangkan kembali kebijakan pemangkasan anggaran pendidikan ini. Diperlukan solusi alternatif yang tidak mengorbankan sektor pendidikan, seperti efisiensi di sektor lain atau peningkatan pendapatan negara melalui reformasi perpajakan. Hanya dengan komitmen yang kuat terhadap pendidikan, Indonesia dapat memastikan masa depan yang cerah bagi generasi mendatang dan mencapai cita-cita sebagai bangsa yang maju dan sejahtera.

Oleh: Dika Brian Putra Wiyana

Pranala Luar:

https://mojok.co/liputan/ragam/pemangkasan-anggaran-pendidikan/

https://www.nu.or.id/nasional/pemangkasan-anggaran-pendidikan-berdampak-pada-pembangunan-infrastruktur-dan-masa-depan-anak-bangsa-UW9Wh

https://www.ft.com/content/38d4d464-f3d7-4815-bd28-439b1eadbc20

Posting Komentar

0 Komentar