Seperti yang kita tahu kader PMII
modern ini kebanyakan mengalami degradasi moral berupa kemunduran Syaja’ah
dalam diri setiap kader PMII. Syaja’ah atau keberanian sudah mulai menghilang
dalam diri anggota PMII hal ini bisa dicontohkan dengan keminderan seseorang
untuk belajar maupun mengajar. Padahal dalam sebuah hadist
( خيركم من تعلم القرءان وعلمه
)
Artinya ; sebaik-baiknya orang
adalah (mereka) yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya
Dari
maksud hadist diatas jelas bahwasanya kita haruslah belajar dan mengajar
seseorang karena pendidikan dalam Islam sangatlah penting. Jika kita tidak
belajar maupun mengajar maka kemajuan bangsa dan perkembangan Islam akan
melambat dibandingkan bangsa/agama lain. Dan membuat Islam lebih mudah
dihancurkan oleh pihak lain. Namun, saat ini kader PMII mengalami kembali masa
terlalu tasawuf dan taat terhadap guru.
Tasawuf memang boleh saja, tetapi
perlu diketahui Islam mengalami banyak kemunduran salah satunya karena gerakan
tasawuf yang berlebihan pada abad ke 12, pada dinasti Abbasyiah saat ilmu
tasawuf dan filsafat berkembang pesat saat itu juga banyak penurunan keilmuan
dibidang ilmu umum semisal geografi, matematika, fisik, dll. Hal ini
dikarenakan para pemuda yang belajar ilmu tasawuf dengan cara yang salah
sehingga banyak dari mereka yang meninggalkan ilmu umum tersebut ditambah rasa
patuh mereka terhadap perintah ulama zaman tersebut sehingga condong mengikuti
seorang ulama saja (taqlid). Karena taqlid inilah para pemuda mulai kehilangan
kemampuan untuk mengambil inisiatif baru sehingga mulai terjadi kemunduran
IPTEK yang sebelumnya sangat pesat sebelumnya. Apalagi hal ini diperparah
dengan pembakaran perpustakaan besar Islam oleh Jengis Khan yang menghilangkan
lebih dari setengah ilmu modern dimasa itu. Sedang diilmu-ilmu tersebut beralih
kebarat dimana para pelajar barat yang belajar di daerah Islam saat itu mulai
mengembangkan ilmu pengetahuan kepada mereka, hal inilah yang membuat Islam
cenderung kalah oleh negara barat. Saat ini hal tersebut mulai terjadi lagi
namun lebih sedikit berbeda karena secara moral kader PMII saat ini sangat
berbeda dengan moral para pemuda sufi dahulu. Namun secara ilmu modern kader
PMII merespon positif dan terus berusaha mengembangkan IPTEK berbeda dengan
pemuda sufi terdahulu.
Namun, yang
terjadi saat ini adalah rasa takut dan rendah diri yang cukup besar dalam hal
mengajar dan rasa malas dalam belajar. Rasa malas dalam belajar adalah
tantangan yang dihadapi setiap orang dimasa penuh pendidikan akademik ini dan
hal ini sangat sering terjadi pada setiap individu yang menimba ilmu, hal ini
dapat diatasi oleh individu dengan sedikit paksaan atau dorongan baik dari diri
sendiri maupun orang lain. Yang merepotkan adalah rasa takut, sungkan, dan
rendah diri kader PMII dalam mengamalkan ilmunya, seringkali kita lihat
seseorang yang punya cukup banyak ilmunya sering merasa sungkan atau tidak
pantas ketika disuruh mengajarkan ilmunya, terutama dalam ilmu agama. Memang
dalam ilmu agama juga kita tahu bahwaa kita tidak bisa sembarangan dalam
mengajarkannya. Namun perlu diketahui jika kita tidak mau dalam mengajarkan
ilmu agama yang kita miliki, maka orang yang tidak paham agama akan menjadi
lebih banyak dan dapat memundurkan Islam saat ini baik dalam IPTEK maupun
Spiritualitas umat Islam itu sendiri, sehingga dapat disimpulkan kita secara
tidak langsung bertanggung jawab atas kemunduran umat Islam masa berikutnya.
Pada beberapa kasus saat ini, guru/tokoh agama hanyalah orang yang sekedar
pintar public speaking saja, sedang dalam keilmuan agama kualitas mereka
sangatlah rendah bahkan bisa dikategorikan sesat, sesat disini adalah
menyelempeng jauh dari kebenaran agama Islam contohnya saja ISIS yang jelas
menyimpang jauh dari ajaran Islam. Karena sikap tersebutlah ISIS terbentuk,
kurangnya guru agama karena sumber dayanya yang merasa malu dan tidak pantas
untuk mengajar, berhasil dimanfaatkan dengan baik oleh sesuatu yang ingin
menghancurkan Islam dan mencoreng nama baik agama Islam sebagai agama yang benar.
Walaupun hal ini tidak dimanfaatkan pun oleh mereka, tetap saja akan
menghancurkan Islam secara bertahap karena akan menurunkan kualitas Islam
sehingga mudah terpengaruh oleh hal/kepentingan lain sebagaimana berbagai
perubahan yang terjadi pada agama Nasrani (Kristen) maupun Yahudi yang kita
tahu.
Salah satu
factor yang mempengaruhi perkembangan individu adalah pendidik, seseorang yang
di didik dengan guru yang baik dan benar sesuai dengan bakat dan minat
seseorang, maka orang tersebut insyaallah akan berhasil sedang orang yang di
didik oleh orang yang salah ilmunya maka murid tersebut kemungkinan besar akan
ikut salah juga. Terutama jika ilmu tersebut adalah ilmu agama dimana logika
bisa dianggap tidak berguna, sehingga seseorang akan tetap teguh dan menggangap
ilmu yang salah tersebut adalah benar. Dapat kita contohkan islam radikal atau
fanatik yang menganggap kelompok mereka saja yang benar dan meng-kafir-kan
sesama muslim, padahal jelas bahwasanya seseorang dilarang meng-kafir-kan
sesama muslim hanya karena mereka berbeda pandangan. Padahal perbedaan
pandangan adalah hal yang biasa terjadi dan bukan masalah sejak zaman dahulu
sehingga banyak dari hadist Nabi yang saling bertentangan karena banyaknya
masalah dan pendapat, asal semua ada dasarnya tetap termasuk islam. Kesalahan
pendidikan seperti inilah yang dapat memecah belah umat islam dan memundurkan
umat islam dari yang lain.
Budaya Syaja’ah
(berani) haruslah kita terapkan, kita haruslah berani dalam mengajar seseorang
ilmu agama tentu saja kita juga harus mengerti sampai sejauh mana kemampuan
diri sendiri dalam mengajarkan agama. Bila ada yang dirasa lebih baik maka
mengalah saja, tetapi bila ternyata diri sendiri lebih mampu maka ambil
kesempatan tersebut dan benarkan sesuatu yang salah tentang hal yang
diajarkannya. Kita juga tidak boleh menyerah begitu saja pada pemuka agama yang dirasa lebih tua akan
tetapi ilmunya masih kurang. Karena jika kita melakukan hal tersebut dan
menunggu tokoh agama tersebut (maaf) diambil oleh yang Allah biasanya
masyarakat secara naluriah akan segera memilih ganti dari murid atau keluarga
pemuka agama tersebut daripada kita, dan seperti diatas seseorang akan
cenderung mengikuti pendidik mereka. Sehingga sama saja seperti memilih ulang
pemuka agama tersebut dengan orang yang berbeda dan hakikatnya hamper sama
dengan sebelumnya. Jika siklus seperti ini tidak kita patahkan maka hal ini
tidak akan pernah berakhir dan terus terulang kembali sehingga sesuatu yang
salah akan tetap salah sampai akhir tidak akan pernah benar jika tidak
dibenarkan.
By Muhammad Iqbal Ikhlasul Amal
Anggota Rayon PMII Ibnu Kholdun
-Juara 2 Lomba Menulis Opini- (Harlah Rayon PMII Ibnu Sina)
0 Komentar