Minuman keras, penyalahgunaan NAPZA, hedonisme, mengagungkan
budaya kebarat-baratan yang tidak sesuai dengan kultur bangsa Indonesia, merupakan
beberapa contoh persoalan merosotnya karakter generasi muda yang banyak disoroti di
kalangan kita. Hal yang jauh lebih sederhana dan ada disekeliling kita namun tak
banyak mendapat perhatian, bukankah peribahasa sedikit-sedikit lama-lama menjadi
bukit benar adanya? Generasi muda dalam kasus ini mahasiswa yang katanya agent of
change, social control, guardian of value, dan bahkan mahasiswa dianggap iron stock
sebagai aset yang berharga bagi masa depan suatu bangsa, mahasiswa harus selalu siap
menjadi garda terdepan dari perubahan suatu negara ke arah yang lebih baik, justru
memberikan sumbangsih besar dalam merosotnya karakter generasi muda. Kebiasaan
terlambat masuk kelas bahkan titip absen, kataya tugas kelompok tapi yang
mengerjakan hanya satu atau dua orang dan sisanya hanya numpang nama, merupakan
fenomena yang kerap kita jumpai di lingkungan perkuliahan. Padahal, kuliah
merupakan hal yang sangat mendasar bagi mahasiswa sebagai akademisi. Bahkan
banyak mahasiswa yang memberi gelar kepada dirinya sebagai organisatoris justru
memanfaatkan jatah bolos kelas, tidak mengumpulkan tugas, dengan alasan
kesibukannya di organisasi. Bukankah poinnya produktif, bukan sibuk ataupun sok
sibuk?
Sebelum jauh melangkah, sebaiknya kita menilik kembali definisi dari kata
mahasiswa. Mahasiswa merupakan generasi muda yang menuntut ilmu di perguruan
tinggi dan mempunyai identitas diri yang terbangun oleh citra diri sebagai insan
religius, insan dinamis, insan sosial, dan insan mandiri. Dalam hal ini mahasiswa
memiliki tanggung jawab keagamaan, intelektual, sosial masyarakat, dan tanggung
jawab individual sebagai hamba Tuhan serta warga bangsa dan negara. Diri mahasiswa
ini memiliki beragam karakter yang membedakan satu dengan yang lainnya. Ada
akademisi, aktivis, kritis, oportunis, juga apatis. Lantas karakter seperti apa yang harus
ada dalam diri mahasiswa? Akademisi atau study oriented, selalu rajin masuk kuliah,
melaksanakan tugas akademik, mendapat nilai bagus dan cepat lulus. Mahasiswa yang
kritis terhadap keadaan yang tidak sesuai dengan idealismenya. Mahasiswa aktivis
yang selalau terlibat dalam berbagai kegiatan sosial, masyarakat, lingkungan, dan
kegiatan lainnya. Atau justru mahasiswa apatis yang acuh terhadap lingkungannya.
Masing-masing karakter mahasiswa ini memiliki sisi positif dan negatif.
Tidak selamanya menjadi akademisi bagus, menjadi poin minus jika kemudian seorang
akademisi bersikap acuh terhadap lingkungannya, yang penting tidak mengganggu
kuliahnya saja. Begitupun menjadi aktivis juga tak selamanya baik. Aktif dalam
berbagai kegiatan sampai melupakan urgensi perkuliahan. Bahkan ada, golongan
mahasiswa yang turut mendukung kudeta ideologi bangsa Indonesia, menjadi
simpatisan untuk menyebarluaskan paham radikalisme atas nama agama. Bukankah
mereka-mereka ini tergolong seorang aktivis? Lantas siapa yang harus
bertanggungjawab atas realita yang ada? Presiden dan jajaran menterinya? Ayolah,
urusan para pejabat negara tidak sesederhana itu.
Masih banyak dari kita yang memiliki pola pikir bahwa semua permasalahan
yang kita hadapi mutlak salah pemerintah. Tanpa pernah kita mengevaluasi diri tentang
seberapa banyak kontribusi kita dalam turut menyumbang permasalahan ataupun
memberikan solusi penyelesaian. Hal yang seperti ini seharusnya menjadi tanggung
jawab moril untuk mahasiswa sebagai derajat tertinggi secara intelektual. Kader PMII,
kita bisa apa? Bukan dengan menyandang gelar ‘kader PMII’ akan membuat diri kita
baik dan tidak ada cela. Mungkin masih banyak diantara kita yang memiliki banyak
persoalan seperti mahasiswa pada umumnya dan belum sepenuhnya menjadi kader
yang sesuai dengan definisi kader PMII itu sendiri.
Hal yang dapat kita lakukan dalam menghadapi merosotnya moral generasi
muda di kalangan mahasiswa utamanya kader PMII adalah dengan tidak menjadi
seperti mereka yang bolos kuliah, terlambat masuk kelas, titip absen, apatis,
berorientasi pada diri sendiri dan kepentingannya, dan hal sederhana seperti membuang
sampah tidak pada tempatnya. Boleh berekspektasi skala luas, semisal kader PMII
harus menjadi kader yang senantiasa membela kepentingan rakyat, harus selalu melek
terhadap kondisi bangsa dan negara kita saat ini, dan keharusan-keharusan lainnya
yang hanya akan menjadi omong kosong jika tidak dimulai dengan hal sederhana.
Karena tujuan tanpa perencanaan dan tindakan hanya akan menjadi sebuah harapan.
Sebagai kader pergerakan yang memiliki landasan gerak berupa Nilai Dasar
Pergerakan (NDP), yang mana NDP ini sebagai sandaran organisasi dalam
menegakkan Tauhid di kehidupan sehari-hari, sebagai panduan nilai dalam
berhubungan dengan Allah, dalam berhubungan dengan sesama manusia, dan dalam
berhubungan dengan alam dalam kerangka pendekatan Ahlussunnah wal-Jama’ah.
Aswaja sebagai metode berpikir, PMII berpegang pada prinsip-prinsip tawasuth
(moderat), tawazun (netral), ta’adul (keseimbangan), dan tasamuh (toleran). Kita
sebagai kader pergerakan tentu harus memiliki pandangan yang selaras dengan PMII
tentang metode berpikir. Nilai-nilai Ahlussunnah wal-Jama’ah tentu dapat kita
realisasikan untuk menghadapi kemunduran akhlak di kalangan generasi muda,
tentunya dari masing-masing diri kita sendiri.
Memandang segala bentuk persoalan memerlukan banyak pandangan, tanpa
memaksakan egoisme diri bahwa kita benar dan lainnya salah, berlaku juga sebaliknya.
Idealisme dan realita yang ada harus jalan beriringan dan seimbang, tanpa meninggikan
dan merendahkan satu dengan lainnya. Jika kita belum mampu memberikan pengaruh
kepada orang-orang disekeliling kita untuk berperilaku baik dan tidak menyimpang,
realisasikan diri kita sebagai seseorang yang berperilaku baik dan tidak menyimpang.
Karena pemimpin tidak selalu tentang orang banyak, tetapi tentang diri kita sendiri.
Tujuan yang sangat baik tanpa rencana dan tindakan nyata hanya akan menjadi wacana
belaka.
Salam Pergerakan
Tangan terkepal dan maju ke muka
By Arisma Nurul Fauziyah
Anggota Rayon PMII Ibnu Sina
-Juara 1 Lomba Menulis Opini- (Harlah Rayon PMII Ibnu Sina)
0 Komentar