Sidebar Ads

header ads

Instagram Organisasi Kok Gitu!? Gak Kreatif Blas!


Instagram organisasi mahasiswa kita, barangkali adalah wajah paling jujur dari keadaan dalam. Sepi kreativitas, minim narasi. Saban kali membuka akun media sosial ormawa, yang saya temukan hanyalah unggahan ucapan hari besar — dari Hari Kartini sampai Hari Pers Nasional. Lengkap dengan desain template seragam, ilustrasi generik, dan caption yang nyaris tak pernah berubah: “Selamat memperingati…”

Tak ada yang benar-benar datang dari organisasi itu sendiri. Tak ada napas, tak ada gagasan, tak ada denyut yang menandakan bahwa akun ini hidup sebagai perpanjangan identitas dari organisasi mahasiswa yang katanya dinamis dan progresif itu.

Dalam dunia yang makin cair oleh informasi, Instagram bukan lagi sekadar etalase pencitraan. Ia bisa menjadi ruang dialog, ruang edukatif, dan arena ekspresi. Tapi sayangnya, banyak organisasi mahasiswa justru memperlakukannya seperti papan pengumuman digital yang kaku dan setengah hati.

Di sinilah masalahnya: ormawa kita terlalu sering menganggap media sosial sebagai beban administrasi, bukan sebagai alat komunikasi. Diurus seadanya. Dijalankan asal jadi. Mungkin juga, karena sejak awal organisasi tak pernah menaruh perhatian sungguh-sungguh pada komunikasi publik. Padahal, di tengah banjir informasi hari ini cara kita berbicara ke publik adalah bagian dari bagaimana kita bertanggung jawab.

Instagram organisasi seharusnya bisa menjadi ruang bertumbuh. Tempat mengenalkan siapa kita, mengapa kita ada, dan untuk apa kita bergerak. Ia bisa menampilkan sisi manusiawi dari para pengurusnya, cerita-cerita di balik layar kegiatan, hingga pemikiran-pemikiran segar dari para anggota. Bahkan, kritik dan keresahan pun bisa dikemas menjadi konten yang relevan dan menggugah.

Organisasi mahasiswa seharusnya lebih dari sekadar panitia musiman yang hidup saat event datang, lalu lenyap seperti debu setelahnya. Jika demikian, akun Instagram-nya pun akan senasib: stagnan, kosong, kehilangan daya pukau. Padahal, dari situ pula lahir kesan pertama calon anggota, publik kampus, hingga para mitra luar yang mungkin ingin mengenal lebih jauh.

Kita hidup di zaman di mana narasi bisa menggerakkan massa, mengubah arah kebijakan, bahkan menjungkirbalikkan wacana yang mapan. Tapi bagaimana bisa sebuah organisasi mengklaim dirinya agen perubahan, jika untuk sekadar menyusun narasi visual dan caption yang bermakna saja tak mampu?

Instagram organisasi bukan soal estetik semata (atau justru keadaan sebenarnya belum estetik? hahaha). Ia adalah cermin. Jika hari ini yang tercermin hanya hiasan seremonial dan parade ucapan hari besar, mungkin sudah waktunya kita bertanya: organisasi ini, sebenarnya ingin apa?

link:https://medium.com/@dikabrian05/instagram-organisasi-kok-gitu-gak-kreatif-blas-743cccce8f4d
Penulis: Dika Brian Putra Wiyana, 21 April 2025

Posting Komentar

0 Komentar